Jumat, 31 Mei 2013

mikroteknik



BAB I
PENDAHULUAN

Histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Bidang biologi ini amat berguna dalam keakuratan diagnosis tumor dan berbagai penyakit lain yang sampelnya memerlukan pemeriksaan histologis.
Tujuan utama mata kuliah mikroteknik adalah untuk memberi pengetahuan dan keterampilan dasar tentang pembuatan sediaan histologi, terutama sediaan permanen kepada mahasiswa sehingga pada akhir perkuliahan mahasiswa telah memiliki keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan histologi.Selanjutya mahasiswa juga diharapkan akan memiliki motivasi dan kemauan yang kuat untuk menggunakan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar mikroteknik untuk keperluan pendidikan, kesehatan dan penelitian.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan mikroteknik merupakan suatu alat yang sangat penting. Alat bagi siapa saja yang ingin mempelajari sel dan jaringan, baik yang normal (histologi normal) maupun yang abnormal (histopatologi). Pengetahuan kita tentang sel tentu tidak mungkin selengkap dan semaju sekarang ini tanpa dukungan mikroteknik. Dengan mikroteknik kita dapat mempelajari struktur dan fungsi sel, baik sel sebagai individu maupun hubungan antar sel dalam jaringan.
Oleh sebab itu, perlu bagi kita untuk mengetahui mikroteknik dasar yang merupakan pengetahuan dan keterampilan dasar dalam pembuatan sediaan histologi. Karena dengan menguasai mikroteknik dasar ini, mikroteknik dapat berkembang pesat saat ini dan sampai di masa mendatang dimana perkembangan mikroteknik seiring dengan perkembangan IPTEK yang mencakup bidang pendidikan, penelitian dan kesehatan.Walaupun mikroteknik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan IPTEK masih banyak juga mahasiswa yang tidak mengetahui perkembangan mikroteknik ini. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas tentang mikroteknik dasar dan perkembangannya.


BAB II
PEMBAHASAN

1.     MIKROTEKNIK DASAR
Pengetahuan dasar  yang memadai tentang sifat-sifat structural dan fungsional sel dan jaringan akan sangat membantu dalam pembuatan sediaan histologi. Pengetahuan ini akan menjadi modal dasar yang sangat berharga dalam memperlakukan organ atau jaringan yang akan diproses. Perlakuan dapat menyangkut perlakuan fisik (seperti pemanasan, jepitan mekanis, penyayatan dan lain- lain) dan perlakuan kimiawi (serta bagaimana suatu fiksatif atau bahan pewarna atau digunakan secara tepat). Selanjutnya karena pembuatan sediann histologi membutuhkan kecermatan, ketelitian dan ketekunan, maka sangat diharapkan memiliki sikap tersebut. Faktor kebersihan, baik kebersihan secara fisik maupun secara biologi-kimia, juga sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan diperoleh, karena itu faktor ini juga harus selalu dijaga selama masa prosesing.
Cara pembuatan sediaan histologis disebut dengan mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang diambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan sediaan.
Sampel jaringan yang telah terfiksasi direndam dalam cairan etanol (alkohol) bertingkat untuk menghilangkan air dalam jaringan (dehidrasi). Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam toluena untuk menghilangkan alkohol (dealkoholisasi). Langkah terakhir yang dilakukan adalah memasukkan sampel jaringan ke dalam parafin panas yang menginfiltrasi jaringan. Selama proses yang berlangsung selama 12-16 jam ini, jaringan yang awalnya lembek akan menjadi keras sehingga lebih mudah dipotong menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom ini akan menghasilkan lapisan dengan ketebalan 5 mikrometer. Lapisan ini kemudian diletakkan di atas kaca objek untuk diwarnai.
Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop. Pewarna yang biasa digunakan adalah hematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan memberi warna biru pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma. Masih terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik, tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan jaringan disebut histokimia.
Sayatan histologi dapat dilihat melalui metode mikroteknik dasar yang dipakai dalam pembuatan sediaan adalah metode paraffin dan metode celoidin. Dimana prosedur yang harus dilakukan dengan menggunakan metode paraffin adalah :
  • Pengoleksian
  • Fiksasi
  • Pencucian
  • Dehidrasi
  • Penjernihan
  • Infiltrasi
  • Embedding
  • Penyayatan
  • Penempelan
  • Pewarnaan
  • Pelabelan
Metode paraffin merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menyayat jaringan yang telah difiksasi. Metode ini sangat cocok diadopsi untuk produksi slide secara besar-besaran dil laboratorium  pendidikan, sangat bagus untuk pembuatan sayatan serial atau untuk pengamatan dan rekonstruksi struktur mikroskopis. Metode ini memiliki presisi dan akurasi yang sangat tinggi, ketebalan sayatan akan konstan pada ketebalan yang telah diset sebelumnya sepanjang alatnya tidak mengalami kerusakan.
Metode celloidin merupaka metode yang penyayatannya  menggunakan mikrotom geser (sliding microtome), dimana komponen yang bergerak ketika penyayatan adalah pisau mikrotom bukan blok paraffin yang akan disayat. Mikrotom celloidin sama seperti mikrotom lainnya,bersifat otomatis dalam mengatur ketebalan sayatan. Ketebalan sayatan
bisa dibuat dengan metode ini berkisar antara 10 sampai15μm.
Kedua metode di atas adalah suatu kemajuan dari mikroteknik juga dalam pembuatan sediaan histologi dan masih banyak lagi metode- metode lain yang sudah ditemukan dalam pembuatan sediaan histologi sesuai dengan tujuan dan kelebihan serta kekurangan masing- masing.

2.     PERKEMBANGAN MIKROTEKNIK
Pada awal kemunculan  mikroskop cahaya , bagian dari tanaman dan hewan yang secara manual disayat dengan menggunakan pisau cukur. Timbul suatu masalah dimana hasil sayatan yang dihasilkan sering mendapatkan sayatan yang beragam ketebalannya sehingga mengganggu penglihatan di bawah mikroskop. Maka hasil yang didapat juga kurang akurat. Selanjutnya masalah ini dapat dipecahkan dengan kehadirannya mikrotom sebagai alat berpresisi tinggi yang dapat menyayat jaringan dengan ketebalan yang diatur sesuai dengan keinginan. Perkembangan terbaru selanjutnya adalah mikrotom laser , yang memotong dengan laser femtosecond dusamping  pisau mekanis. Metode ini adalah  kontak-bebas dan tidak memerlukan  teknik persiapan sampel teknik. Mikrotom laser memiliki kemampuan untuk mengiris hampir setiap jaringan di tubuh hewan aslinya. Tergantung pada materi yang sedang diproses, ketebalan irisan dari 10 sampai 100 μm.
            Pada akhir 1800-an, perkembangan  lebih lanjut dalam mikroteknik adalah penemuan bahan pewarna yang akan membantu dalam pengamatan sediaan histologi di mikroskop yang sangat selektif  terhadap komponen sel. Masalah lain dari mikroteknik pada awalnya yaitu bagaimana sediaan histologi dapat digunakan secara permanen atau berulang- ulang. Proses ini disebut dengan fiksasi dimana dulu hanya menggunakan garam. Tetapi bahan ini tidak dapat digunakan untuk semua jenis jaringan maka setelah ditemukan berbagai jenis fiksatif begitu sangat membantu dalam proses fiksasi
Semakin berkembangnya mikroteknik saat ini semua jaringan hewan sekarang sudah dapat dijadikan sebagai sediaan histologi. Klasifikasi histologi jaringan hewan dapat dilihat di bawah ini :

·epitelium: melapisi kelenjar, saluran pencernaan, kulit, dan beberapa organ seperti hati, paru-paru, ginjal
· endotelium: melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfa
· mesotelium: melapisi rongga pleural, peritoneal, dan perikardial
·mesenkima: sel yang mengisi ruangan antarorgan, misal sel lemak, otot, dan tendon sel darah: terdiri dari sel darah merah dan darah putih, baik di limfa maupun limpa
· neuron: sel-sel yang membentuk otak, saraf, dan sebagian kelenjar seperti pituitari dan adrenal
·plasenta: organ terspesialisasi yang berperan dalam pertumbuhan fetus dalam rahim sang ibu
·sel induk: sel-sel yang dapat berkembang menjadi satu atau beberapa jenis sel di atas.
Jaringan dari tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme juga dapat dipeljari secara histologis, namun strukturnya berbeda dari klasifikasi di atas.
Sediaan histologi yang baik dapat digunakan untuk:
  1. Bahan pengajaran dan praktikum mahasiswa, guna mempelajari bentuk dan struktur jaringan tubuh tertentu yang normal.
  2. Riset, guna mempelajari perubahan jaringan dan organ tubuh hewan percobaan yang mendapat perlakuan tertentu atau mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jaringan atau organ tubuh tertentu.
  3. Membantu menegakkan diagnosa penyakit yang diderita oleh seorang pasien
Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut sajian histologi yang dibuat harus dapat memberikan gambaran tentang bentuk dan besar serta susunan sel; inti sel dan sitoplasma; badan inklusi (glikogen, tetesan lemak, pigmen dsbnya); susunan serat jaringan ikat; otot dan lain sebagainya sesuai dengan gambaran jaringan tubuh tersebut dalam kondisi hidup.
 Sediaan yang baik dapat membantu mahasiswa memahami struktur histologi jaringan tubuh sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada waktu hidup.
Sediaan yang baik juga akan memberikan hasil yang benar-benar shahih (valid/akurat) yang sangat dibutuhkan oleh para peneliti untuk menjawab permasalahan yang timbul. Di samping itu sediaan yang baik juga diperlukan oleh klinikus untuk menunjang diagnosa penyakit yang diderita oleh pasien.
Di bawah ini akan dibahas  perkembangan mikroteknik dari alat dan metode yang digunakan juga hasil sediaan yang diperoleh :

1)      Kelenjar Timus Kelinci
Dalam jurnal berjudul “ Kelenjar Timus Kelinci Menggunakan Zat Prostagladin”. Jurnal ini mencakup perkembangan mikroteknik dalam bidang penelitian. Dua putuh ekor kelinci jantan muda dibagi dua  kelompok secara acak. Kelompok I diberi prostaglandin persuntikan 1.5 mg per kelinci dan kelompok II diberi Prostaglandin lewat anus/per anal 1,5 mg per kelinci. Seminggu sesudah pemberian prostaglandin kedua kelompok kelinci dimatikan dan jaringan timus diproses secara mikroteknik dan dibuat preparat histologi. Metode yang digunakan dalam memproses jaringan timus ini yaitu dengan menggunakan metode parafin.Preparat yang jadi diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Ter1ihat pada kedua kelompok kelenjar timus reaksi berupa proliferasi beberapa limfosit. Proliferasi lebih banyak terlihat pada kelenjar timus kelinci yang mendapat perlakuan suntikan, dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan lewat anus.

2) Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan salah satu kaedah yang penting dalam Patologi Klinikal dalam mengenalpasti penyakit Kanker. Ia juga digunakan untuk membedakan antara kanker-kanker yang menpunyai corak yang sama , untuk mengetahui puncak atau tempat berlakunya Metastasis Tumor dan mengukur keberkesanan  rawatan terapi yang dijalankan ke atas penyakit kanker. Imunohistokimia ini difokuskan kepada tisu yang dimasukan atau menggunakan ‘formalin fixed paraffin embedded tissue’  dan dikaji dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Bermula pada tahun 1942 , ALBERT H.COON dan pekerjanya merupakan orang yang pertama  menggunakan antibodi yang dilabel ,dalam Perwanaan Histologi. Mereka menggunakan antibodi yang dilabel dengan ‘Flourescent’ untuk teknik perwarnaan terus.
             Kemajuan yang paling besar yang dicapai ialah pengenalan antibodi yang bertindak terus pada antibodi pertama tersebut yang membawa perkembangan teknik tidak secara lansung (dua atau tiga lapisan) .Mellor et.al melakukan perkembangan teknik tidak lansung dengan cara pengeraman antibodi Primer secara ‘invivo’ dan beberapa tahun kemudian , dengan menggunakan Serum Arnab atau kambing yang dilabel dengan ‘Flourescent’ untuk mengesan Globulin-G manusia ,’invitro’ dalam tisu section.
      Flourescent merupakan kompaun yang digunakan khusus sebagai agen antibodi yang  dilabel sehingga pada tahun 1966 apabila Nakane &Pierce dan Aurameas & Uriel secara terbuka  memperkenalkan teknik tidak lansung menggunakan ‘horseradish peroxsidase –(HRP)’ label antibodi .Enzim label lain yang diperkenalkan seperti Alkaline Phosphatase (AP) dan Beta Galactosidase (B-gal)
          Teknik tidak secara lansung diikuti pula dengan teknik tiga lapisan (bridge) dalam bentuk non –conjugated dan juga double bridge teknik. Sternberger et.al pula memperkenalkan teknik tiga lapisan menggunakan ‘preformed’ peroxidase-anti perxidase (PAP) kompleks yang menambah lagi kemampuan pengesanannya. Teknik ini merupakan revolusi Imunohistokimia dan dianggap penemuan baru yang besar untuk metodologi.
           Pada tahun 1974 , perwarnaan Imuno yang pertama diaplikasikan pada tisu formalin fiksatif dan ‘paraffin’ embedding telah dibentangkan .Pada masa yang sama , penggunaan antibodi ‘monoclonal’ juga diperkenalkan.
          Menjelang 10 tahun kemudian , prosedur jambatan peroxidase telah diperkembangkan antaranya  Guesdon et.al memperkenalkan teknik labeled avidin–biotin (LAB) pada tahun 1979 dan teknik  Hsu et.al avidin biotin complex (ABC) pada tahun 1981 .Teknik ini menggunakan avidin atau streptavidin yang berafiniti tinggi untuk biotin bertindakbalas dan keberkesanan pengesanannya lebih berbanding dari teknik Peroxidase- anti peroxidase (PAP).
               Alternatif enzim lain untuk HRP , seperti b-gal diperkenalkan dan diperkembangkan pada teknik PAP analogues seperti contoh Phosphate anti Alkaline Phosphatase (APAAP) dan glucose oxidase anti glucose oxidase (GAG) . Penggunaan enzim alternatif ini digunakan sebagai pilihan warna dan untuk mengelakkan gangguan ekspressi  ‘ endogenous peroxidase’
Pada tahun 1983 , teknik Imuno gold-silver staining (IGSS) yang biasanya digunakan pada aplikasi mikroskop electron telah dialihkan untuk digunakan pada mikroskop cahaya.IGSS ialah teknik Pewarnaan imuno  secara tidak lansung dimana antibodi kedua dikonjugate kepada ‘colloidal gold particles’ yang boleh dilihat dengan reaksi ‘presipitasi silver’ .Aplikasi Amplikasi signal yang dihasilkan dengan pengumpulan biotinylated tyramine pada tapak dimana peroxidase berada.
Kemajuan terbaru dalam Imunostaining ialah Dextran Polymer Visualisation System .Dalam sistem ini ,tiga langkah ; kaedah visualisasi digunakan ,berdasarkan pada affinity antara avidin dan biotin ,akan ditentukan oleh Dextran Polymer Couple  samada secara lansung kepada antibodi primer atau antibodi sekunder . Sistem komersial ini yang berada dipasaran (eg.DAKO< Glostrup ,Denmark ) dan dilaporkan sama sensitive dengan teknik klasik ABC .Kelebihan system ini,ia dapat menghalang pewarnaan tidak spesifik pada endogenous biotin. Sistem ini juga berjaya digunakan dalam imunostaining berganda atau ‘multiple imunostaining’.
Ketuhar gelombang mikro adalah peralatan yang paling ringkas dan adalah salah satu cara yang digunakan untuk memulihkan antigen yang hilang dalam fiksatif,tisu formalin fiksatif.Dengan merendamkan bahagian tisu dalam cecair ( seperti air ceria (deionised water,larutan zink atau ferum yang lemah) kemudian memanaskan dan menyejukkan tisu tadi menggunakkan ketuhar gelombang mikro .Ikatan-ikatan aldehid yangmenutupbahagian epitop akan dimusnahkan dan tempat wujudnya antigen yang tersembunyi akan didedahkan (exposed) dan diwarnakan.
Perwarnaan Immunofluorescent dengan cara ketuhar gelombang mikro meningkatkan intensiti corak dan penumpuan (location) dan menambah lagi gambaran morfologi dengan lebih jelas.Tetapi, jika terlebih masa perendaman akan menyebabkan pertambahan warna latarbelakang (background) dan gambaran morfologi yang kurang jelas,maka masa yang standard perlu ditetapkan oleh pegawai yang berpengalaman .(Jules M. Elias; Immunohistopathology :A Practical Approach to Diagnosis 1990) Walaupun ketuhar gelombang mikro menggunakan suhu yang tinggi ,pemusnahan protein tidak berlaku kerana protein yang telah difiksatif oleh formalin lebih stabil.

3)      KARAKTERISASI TOXOPLASMA GONDII ISOLAT INDONESIA
Dalam jurnal berjudul “KARAKTERISASI TOXOPLASMA GONDII ISOLAT INDONESIA” ini digunakan dua jenis mikroskop yaitu mikroskop optic  untuk mengamati morfologi dari T. gondii dan mikroskop electron untuk pengamatan ultrastruktur. Pengamatan morfologi menggunakan mikroskop optik  pertama- tama T. gondii isolat domba diteteskan pada kaca obyek, difiksasi dengan alkohol 70%, kemudian diberi pewarna Giemsa selama 10 menit. Hasil pewarnaan dicuci di bawah air mengalir dan dibiarkan mengering. Preparat ini siap diamati di bawah mikroskop optik foto. Di samping preparat awetan, pada pengamatan menggunakan mikroskop optik ini, disiapkan juga preparat segar tanpa pewarnaan.
 Pengamatan ultrastruktur menggunakan mikroskop elektron.pertama-tama T. gondii isolat domba dicuci dua kali dalam larutan NaCl fisiologis, difiksasi selama 2 jam dengan 2% v/v paraformaldehida dan 0,5% v/v glutaraldehida dalam larutan dapar fosfat (pH 7,2) pada temperatur ruang, dicuci dengan dapar fosfat, dilakukan prainklusi dengan menggunakan Bovin-albumin dan glutaraldehida 25% v/v secukupnya hingga sediaan mengalami pemadatan. Selanjutnya sediaan didehidrasi menggunakan alkohol dan diinklusi dalam L.R.White, yang diteruskan dengan penyiapan sayatan ultrathin yang diletakkan pada permukaan grid tembaga dan segera dilakukan pewarnaan menggunakan campuran uranil asetat-Pb sitrat. Bila pewarnaan telah dilakukan, preparat siap diamati di bawah mikroskop elektron transmisi pada tegangan 80 mEV.

4)      Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of Anaerobic Bacteria
Dalam jurnal berjudul” Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of Anaerobic Bacteria” muncul sebuah penemuan  baru yaitu sebuah semi mikroteknik yang digunakan untuk menggambarkan penggolongan bkteri anaerobic melalui pemanfaatan substrat. Volume kecil pada substrat sendiri ditempatkan di dalam baki plastik mikrotiter. Ketika inocula padat dan indikator kolorimeter digunakan, hasil yang kompleks tersedia setelah 30 jam inkubasi. Metode ini akurat, bernilai ekonomi dan sesuai untuk digunakan di sebuah laboratorium mikrobiologi rumah sakit.

5) Microwave Protocols For Plant and Animal Paraffin Microtechnique
Dalam jurnal yang berjudul “Microwave Protocols For Plant and Animal Paraffin Microtechnique” menjelaskan cara pembuatan sediaan histology yang bias mempersingkat waktupembuatan jaringan hewan dan tumbuhan. Alat ini adalah Oven Microwave. Alat ini dibutuhkan untuk kegiatan infiltrasi dan embedding. Oven microwave ini dilengkapi dengan pengaturan suhu sehingga temperature paraffin akan tetap diatas titik didihnya. Untuk keperluan ini biasanya digunakan oven yang temperaturnya dikontrol dengan thermostat. Tetapi tidak semua laboratorium memiliki oven seperti ini.
Dengan menggunakan oven seperti ini waktu dapat lebih hemat dari yang memakan waktu dua minggu bias menjadi hanya beberapa hari saja, selain itu kualitas jaringan persiapan telah meningkat secara drastis. Jaringan hewan merespon lebih baik terhadapa kerja oven ini, otomatis dengan begitu jaringan persiapan meningkat kualitasnya. Beda jaringan hewan, maka berbeda dengan jaringan tumbuhan. Hal ini dikarenakan tumbuhan memiliki dinding sel yang berbeda dengan membrane sel yang ada pada sel hewan. Namun pada intinya jaringan sediaan yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.



BAB III
PENUTUP

·Pada awalnya proses penyediaan sayatan dengan menggunakan pisau cukur kemudian berkembang dengan ditemukannya mikrotom dimana ketebalan sayatan dapat disesuaikan.
·Proses fiksasi yang dilakukan dahulu juga sangat sederhana yaitu menggunakan garam. Dengan adanya berbagai jenis fiksatif semua jaringan histologis dapat difiksasi.
·Mikroteknik dasar berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK dan bidang ilmu lainnya, misalnya dalam dunia pendidikan, penelitian dan kedokteran.
·Mikroteknik dasar merupakan pengetahuan yang mendasari pengetahuan dan keterampilan dasar tentang pembuatan sediaan histologi.
·Metode yang dikembangkan dalam mikroteknik pada saat ini, seperti metode paraffin, celloidin, apusan, rentang, pencet, supravital, dan metode sayatan.
·Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan histologi adalah metode paraffin dan celoidin, baik dilaboratorium biologi maupun kesehatan.
·Dalam bidang pendidikan, sediaan yang baik harus dapat membantu mahasiswa memahami struktur histologi jaringan tubuh sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada waktu hidup.
·Dalam bidang penelitian, sediaan yang baik juga akan memberikan hasil yang benar-benar shahih (valid/akurat) yang sangat dibutuhkan oleh para peneliti untuk menjawab permasalahan yang timbul.
·Dalam bidang kesehatan,sediaan  yang baik juga diperlukan oleh klinikus untuk menunjang diagnosa penyakit yang diderita oleh pasien.




DAFTAR PUSTAKA


Morgan,J,P. Y. K. Liu, and J. A. SMITH. Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of Anaerobic Bacteria. University of Toronto, Canada.
315-318

Nurdjaman. Kelenjar Timus Kelinci Menggunakan Zat Prostagladin. Universitas
Diponegoro di Semarang.

Schichnes, Denis, Nemson, Jeffrey A, and Ruzin, Teven A. Microwave protocols for plant and animal paraffin microteqnique. The University Of California at Barkeley, CNR Biologycal Imaging Facility, 51-53

Sipahutar, H. 2009. Dasar-dasar teori mikroteknik teknik pembuatan sediaan histology. Medan : FMIPA UNIMED

Y, Chandra, Endang K. Dan Marlia, S. W.Karakteristik Toxoplasma gondii Isolasi Indonesia. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran dan  Institut Teknolog Bandung, Bandung. 1907-9850



Tidak ada komentar:

Posting Komentar