BAB I
PENDAHULUAN
Histologi adalah bidang biologi yang
mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut
sebagai ilmu anatomi
mikroskopis. Bidang biologi ini amat berguna dalam keakuratan diagnosis tumor dan berbagai penyakit lain yang sampelnya memerlukan pemeriksaan
histologis.
Tujuan utama mata kuliah
mikroteknik adalah untuk memberi pengetahuan dan keterampilan dasar tentang
pembuatan sediaan histologi, terutama sediaan permanen kepada mahasiswa
sehingga pada akhir perkuliahan mahasiswa telah memiliki keterampilan dasar
yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan histologi.Selanjutya mahasiswa juga
diharapkan akan memiliki motivasi dan kemauan yang kuat untuk menggunakan dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar mikroteknik untuk keperluan
pendidikan, kesehatan dan penelitian.
Dari penjelasan di atas dapat
dikatakan mikroteknik merupakan suatu alat yang sangat penting. Alat bagi siapa
saja yang ingin mempelajari sel dan jaringan, baik yang normal (histologi
normal) maupun yang abnormal (histopatologi). Pengetahuan kita tentang sel
tentu tidak mungkin selengkap dan semaju sekarang ini tanpa dukungan
mikroteknik. Dengan mikroteknik kita dapat mempelajari struktur dan fungsi sel,
baik sel sebagai individu maupun hubungan antar sel dalam jaringan.
Oleh sebab itu, perlu bagi
kita untuk mengetahui mikroteknik dasar yang merupakan pengetahuan dan
keterampilan dasar dalam pembuatan sediaan histologi. Karena dengan menguasai
mikroteknik dasar ini, mikroteknik dapat berkembang pesat saat ini dan sampai
di masa mendatang dimana perkembangan mikroteknik seiring dengan perkembangan
IPTEK yang mencakup bidang pendidikan, penelitian dan kesehatan.Walaupun
mikroteknik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan
perkembangan IPTEK masih banyak juga mahasiswa yang tidak mengetahui
perkembangan mikroteknik ini. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas tentang
mikroteknik dasar dan perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. MIKROTEKNIK DASAR
Pengetahuan dasar yang memadai tentang sifat-sifat structural
dan fungsional sel dan jaringan akan sangat membantu dalam pembuatan sediaan
histologi. Pengetahuan ini akan menjadi modal dasar yang sangat berharga dalam
memperlakukan organ atau jaringan yang akan diproses. Perlakuan dapat
menyangkut perlakuan fisik (seperti pemanasan, jepitan mekanis, penyayatan dan
lain- lain) dan perlakuan kimiawi (serta bagaimana suatu fiksatif atau bahan
pewarna atau digunakan secara tepat). Selanjutnya karena pembuatan sediann
histologi membutuhkan kecermatan, ketelitian dan ketekunan, maka sangat
diharapkan memiliki sikap tersebut. Faktor kebersihan, baik kebersihan secara
fisik maupun secara biologi-kimia, juga sangat berpengaruh terhadap hasil yang
akan diperoleh, karena itu faktor ini juga harus selalu dijaga selama masa
prosesing.
Cara pembuatan sediaan
histologis disebut dengan mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan
dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi.
Jaringan yang diambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar
sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif
yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga
dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik
formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak
adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil
akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan
sediaan.
Sampel jaringan yang telah
terfiksasi direndam dalam cairan etanol
(alkohol) bertingkat untuk menghilangkan air dalam jaringan (dehidrasi).
Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam toluena
untuk menghilangkan alkohol (dealkoholisasi). Langkah terakhir yang dilakukan adalah
memasukkan sampel jaringan ke dalam parafin
panas yang menginfiltrasi jaringan. Selama proses yang berlangsung selama 12-16
jam ini, jaringan yang awalnya lembek akan menjadi keras sehingga lebih mudah
dipotong menggunakan mikrotom.
Pemotongan dengan mikrotom ini akan menghasilkan lapisan dengan ketebalan 5
mikrometer. Lapisan ini kemudian diletakkan di atas kaca objek untuk diwarnai.
Pewarnaan perlu dilakukan
karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer akan terlihat transparan meskipun di
bawah mikroskop. Pewarna yang biasa digunakan adalah hematoxylin dan eosin.
Hematoxylin akan memberi warna biru pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda
pada sitoplasma. Masih terdapat berbagai zat warna lain
yang biasa digunakan dalam mikroteknik, tergantung pada jaringan yang ingin
diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan jaringan disebut histokimia.
Sayatan histologi dapat
dilihat melalui metode mikroteknik dasar yang dipakai dalam pembuatan sediaan
adalah metode paraffin dan metode celoidin. Dimana prosedur yang harus
dilakukan dengan menggunakan metode paraffin adalah :
- Pengoleksian
- Fiksasi
- Pencucian
- Dehidrasi
- Penjernihan
- Infiltrasi
- Embedding
- Penyayatan
- Penempelan
- Pewarnaan
- Pelabelan
Metode paraffin merupakan
metode yang paling umum digunakan untuk menyayat jaringan yang telah difiksasi.
Metode ini sangat cocok diadopsi untuk produksi slide secara besar-besaran dil
laboratorium pendidikan, sangat bagus
untuk pembuatan sayatan serial atau untuk pengamatan dan rekonstruksi struktur
mikroskopis. Metode ini memiliki presisi dan akurasi yang sangat tinggi,
ketebalan sayatan akan konstan pada ketebalan yang telah diset sebelumnya
sepanjang alatnya tidak mengalami kerusakan.
Metode celloidin merupaka
metode yang penyayatannya menggunakan
mikrotom geser (sliding microtome), dimana komponen yang bergerak ketika
penyayatan adalah pisau mikrotom bukan blok paraffin yang akan disayat.
Mikrotom celloidin sama seperti mikrotom lainnya,bersifat otomatis dalam
mengatur ketebalan sayatan. Ketebalan sayatan
bisa dibuat dengan metode ini berkisar antara 10 sampai15μm.
Kedua metode di atas adalah
suatu kemajuan dari mikroteknik juga dalam pembuatan sediaan histologi dan
masih banyak lagi metode- metode lain yang sudah ditemukan dalam pembuatan
sediaan histologi sesuai dengan tujuan dan kelebihan serta kekurangan masing-
masing.
2. PERKEMBANGAN MIKROTEKNIK
Pada awal kemunculan mikroskop cahaya , bagian dari tanaman dan hewan yang
secara manual disayat dengan menggunakan pisau cukur. Timbul suatu masalah
dimana hasil sayatan yang dihasilkan sering mendapatkan sayatan yang beragam
ketebalannya sehingga mengganggu penglihatan di bawah mikroskop. Maka hasil
yang didapat juga kurang akurat. Selanjutnya masalah ini dapat dipecahkan
dengan kehadirannya mikrotom sebagai alat berpresisi tinggi yang dapat menyayat
jaringan dengan ketebalan yang diatur sesuai dengan keinginan. Perkembangan
terbaru selanjutnya adalah mikrotom laser , yang memotong dengan laser femtosecond dusamping
pisau mekanis. Metode ini adalah
kontak-bebas dan tidak memerlukan
teknik persiapan sampel teknik. Mikrotom laser memiliki kemampuan untuk
mengiris hampir setiap jaringan di tubuh hewan aslinya. Tergantung pada materi
yang sedang diproses, ketebalan irisan dari 10 sampai 100 μm.
Pada
akhir 1800-an, perkembangan lebih lanjut
dalam mikroteknik adalah penemuan bahan pewarna yang akan membantu dalam
pengamatan sediaan histologi di mikroskop yang sangat selektif terhadap komponen sel. Masalah lain dari
mikroteknik pada awalnya yaitu bagaimana sediaan histologi dapat digunakan
secara permanen atau berulang- ulang. Proses ini disebut dengan fiksasi dimana
dulu hanya menggunakan garam. Tetapi bahan ini tidak dapat digunakan untuk
semua jenis jaringan maka setelah ditemukan berbagai jenis fiksatif begitu
sangat membantu dalam proses fiksasi
Semakin
berkembangnya mikroteknik saat ini semua jaringan hewan sekarang sudah dapat
dijadikan sebagai sediaan histologi. Klasifikasi histologi jaringan hewan dapat
dilihat di bawah ini :
·epitelium:
melapisi kelenjar, saluran pencernaan, kulit, dan
beberapa organ seperti hati, paru-paru, ginjal
·
endotelium: melapisi
pembuluh darah
dan pembuluh limfa
·mesenkima: sel yang mengisi ruangan antarorgan,
misal sel lemak, otot, dan tendon sel darah:
terdiri dari sel darah merah dan darah putih, baik di limfa maupun limpa
·sel induk:
sel-sel yang dapat berkembang menjadi satu atau beberapa jenis sel di atas.
Jaringan dari tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme
juga dapat dipeljari secara histologis, namun strukturnya berbeda dari
klasifikasi di atas.
Sediaan histologi yang baik dapat
digunakan untuk:
- Bahan pengajaran dan praktikum mahasiswa, guna mempelajari bentuk dan struktur jaringan tubuh tertentu yang normal.
- Riset, guna mempelajari perubahan jaringan dan organ tubuh hewan percobaan yang mendapat perlakuan tertentu atau mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jaringan atau organ tubuh tertentu.
- Membantu menegakkan diagnosa penyakit yang diderita oleh seorang pasien
Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut
sajian histologi yang dibuat harus dapat memberikan gambaran tentang bentuk dan
besar serta susunan sel; inti sel dan sitoplasma; badan inklusi (glikogen,
tetesan lemak, pigmen dsbnya); susunan serat jaringan ikat; otot dan lain
sebagainya sesuai dengan gambaran jaringan tubuh tersebut dalam kondisi hidup.
Sediaan yang baik dapat membantu mahasiswa
memahami struktur histologi jaringan tubuh sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya pada waktu hidup.
Sediaan yang baik juga akan memberikan
hasil yang benar-benar shahih (valid/akurat) yang sangat dibutuhkan oleh para
peneliti untuk menjawab permasalahan yang timbul. Di samping itu sediaan yang
baik juga diperlukan oleh klinikus untuk menunjang diagnosa penyakit yang
diderita oleh pasien.
Di bawah ini akan dibahas perkembangan mikroteknik dari alat dan metode
yang digunakan juga hasil sediaan yang diperoleh :
1)
Kelenjar Timus Kelinci
Dalam jurnal berjudul “ Kelenjar Timus Kelinci
Menggunakan Zat Prostagladin”. Jurnal ini mencakup perkembangan mikroteknik
dalam bidang penelitian. Dua putuh
ekor kelinci jantan muda dibagi dua kelompok secara acak. Kelompok I diberi prostaglandin persuntikan 1.5 mg per kelinci dan kelompok II diberi
Prostaglandin lewat anus/per anal 1,5 mg per kelinci.
Seminggu sesudah pemberian prostaglandin kedua kelompok kelinci dimatikan dan
jaringan timus diproses secara mikroteknik dan dibuat preparat histologi.
Metode yang digunakan dalam memproses jaringan timus ini yaitu dengan
menggunakan metode parafin.Preparat yang jadi diperiksa dengan mikroskop cahaya
biasa. Ter1ihat pada kedua kelompok kelenjar timus reaksi berupa proliferasi
beberapa limfosit. Proliferasi lebih banyak terlihat pada kelenjar timus
kelinci yang mendapat perlakuan suntikan, dibandingkan dengan yang mendapat
perlakuan lewat anus.
2) Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan
salah satu kaedah yang penting dalam Patologi Klinikal dalam mengenalpasti
penyakit Kanker. Ia juga digunakan untuk membedakan antara kanker-kanker yang
menpunyai corak yang sama , untuk mengetahui puncak atau tempat berlakunya
Metastasis Tumor dan mengukur keberkesanan rawatan terapi yang dijalankan
ke atas penyakit kanker. Imunohistokimia ini difokuskan kepada tisu yang
dimasukan atau menggunakan ‘formalin fixed paraffin embedded tissue’ dan
dikaji dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Bermula pada tahun 1942 ,
ALBERT H.COON dan pekerjanya merupakan orang yang pertama menggunakan
antibodi yang dilabel ,dalam Perwanaan Histologi. Mereka menggunakan antibodi
yang dilabel dengan ‘Flourescent’ untuk teknik perwarnaan terus.
Kemajuan yang paling besar yang dicapai ialah
pengenalan antibodi yang bertindak terus pada antibodi pertama tersebut yang
membawa perkembangan teknik tidak secara lansung (dua atau tiga lapisan)
.Mellor et.al melakukan perkembangan teknik tidak lansung dengan cara
pengeraman antibodi Primer secara ‘invivo’ dan beberapa tahun kemudian , dengan
menggunakan Serum Arnab atau kambing yang dilabel dengan ‘Flourescent’ untuk
mengesan Globulin-G manusia ,’invitro’ dalam tisu section.
Flourescent
merupakan kompaun yang digunakan khusus sebagai agen antibodi yang
dilabel sehingga pada tahun 1966 apabila Nakane &Pierce dan Aurameas &
Uriel secara terbuka memperkenalkan teknik tidak lansung menggunakan
‘horseradish peroxsidase –(HRP)’ label antibodi .Enzim label lain yang
diperkenalkan seperti Alkaline Phosphatase (AP) dan Beta Galactosidase (B-gal)
Teknik tidak secara lansung diikuti pula dengan teknik tiga lapisan (bridge)
dalam bentuk non –conjugated dan juga double bridge teknik. Sternberger et.al
pula memperkenalkan teknik tiga lapisan menggunakan ‘preformed’ peroxidase-anti
perxidase (PAP) kompleks yang menambah lagi kemampuan pengesanannya. Teknik ini
merupakan revolusi Imunohistokimia dan dianggap penemuan baru yang besar untuk
metodologi.
Pada tahun 1974 , perwarnaan Imuno yang pertama diaplikasikan pada tisu
formalin fiksatif dan ‘paraffin’ embedding telah dibentangkan .Pada masa yang
sama , penggunaan antibodi ‘monoclonal’ juga diperkenalkan.
Menjelang
10 tahun kemudian , prosedur jambatan peroxidase telah diperkembangkan
antaranya Guesdon et.al memperkenalkan teknik labeled avidin–biotin (LAB)
pada tahun 1979 dan teknik Hsu et.al avidin biotin complex (ABC) pada
tahun 1981 .Teknik ini menggunakan avidin atau streptavidin yang berafiniti
tinggi untuk biotin bertindakbalas dan keberkesanan pengesanannya lebih
berbanding dari teknik Peroxidase- anti peroxidase (PAP).
Alternatif enzim lain untuk HRP , seperti b-gal diperkenalkan dan
diperkembangkan pada teknik PAP analogues seperti contoh Phosphate anti
Alkaline Phosphatase (APAAP) dan glucose oxidase anti glucose oxidase (GAG) .
Penggunaan enzim alternatif ini digunakan sebagai pilihan warna dan untuk
mengelakkan gangguan ekspressi ‘ endogenous peroxidase’
Pada tahun 1983 , teknik Imuno
gold-silver staining (IGSS) yang biasanya digunakan pada aplikasi mikroskop
electron telah dialihkan untuk digunakan pada mikroskop cahaya.IGSS ialah
teknik Pewarnaan imuno secara tidak lansung dimana antibodi kedua
dikonjugate kepada ‘colloidal gold particles’ yang boleh dilihat dengan reaksi
‘presipitasi silver’ .Aplikasi Amplikasi signal yang dihasilkan dengan
pengumpulan biotinylated tyramine pada tapak dimana peroxidase berada.
Kemajuan terbaru dalam
Imunostaining ialah Dextran Polymer Visualisation System .Dalam sistem ini
,tiga langkah ; kaedah visualisasi digunakan ,berdasarkan pada affinity antara
avidin dan biotin ,akan ditentukan oleh Dextran Polymer Couple samada
secara lansung kepada antibodi primer atau antibodi sekunder . Sistem komersial
ini yang berada dipasaran (eg.DAKO< Glostrup ,Denmark ) dan dilaporkan sama
sensitive dengan teknik klasik ABC .Kelebihan system ini,ia dapat menghalang pewarnaan
tidak spesifik pada endogenous biotin. Sistem ini juga berjaya digunakan dalam
imunostaining berganda atau ‘multiple imunostaining’.
Ketuhar gelombang mikro adalah
peralatan yang paling ringkas dan adalah salah satu cara yang digunakan untuk
memulihkan antigen yang hilang dalam fiksatif,tisu formalin fiksatif.Dengan
merendamkan bahagian tisu dalam cecair ( seperti air ceria (deionised
water,larutan zink atau ferum yang lemah) kemudian memanaskan dan menyejukkan
tisu tadi menggunakkan ketuhar gelombang mikro .Ikatan-ikatan aldehid
yangmenutupbahagian epitop akan dimusnahkan dan tempat wujudnya antigen yang
tersembunyi akan didedahkan (exposed) dan diwarnakan.
Perwarnaan Immunofluorescent
dengan cara ketuhar gelombang mikro meningkatkan intensiti corak dan penumpuan
(location) dan menambah lagi gambaran morfologi dengan lebih jelas.Tetapi, jika
terlebih masa perendaman akan menyebabkan pertambahan warna latarbelakang
(background) dan gambaran morfologi yang kurang jelas,maka masa yang standard
perlu ditetapkan oleh pegawai yang berpengalaman .(Jules M. Elias;
Immunohistopathology :A Practical Approach to Diagnosis 1990) Walaupun ketuhar
gelombang mikro menggunakan suhu yang tinggi ,pemusnahan protein tidak berlaku
kerana protein yang telah difiksatif oleh formalin lebih stabil.
3)
KARAKTERISASI TOXOPLASMA GONDII ISOLAT INDONESIA
Dalam jurnal berjudul “KARAKTERISASI TOXOPLASMA
GONDII ISOLAT INDONESIA”
ini digunakan dua jenis mikroskop yaitu mikroskop optic untuk mengamati morfologi dari T. gondii dan mikroskop electron untuk
pengamatan ultrastruktur. Pengamatan morfologi menggunakan mikroskop
optik pertama- tama T. gondii isolat domba diteteskan pada kaca obyek, difiksasi dengan alkohol
70%, kemudian diberi pewarna Giemsa
selama 10 menit. Hasil
pewarnaan dicuci di bawah air mengalir
dan dibiarkan mengering. Preparat ini siap diamati di bawah mikroskop optik
foto. Di samping preparat awetan, pada
pengamatan menggunakan mikroskop
optik ini, disiapkan juga
preparat segar tanpa pewarnaan.
Pengamatan ultrastruktur menggunakan
mikroskop elektron.pertama-tama T. gondii isolat domba dicuci dua
kali dalam larutan NaCl
fisiologis, difiksasi selama 2 jam
dengan 2% v/v paraformaldehida dan 0,5%
v/v glutaraldehida dalam larutan dapar fosfat (pH 7,2) pada temperatur ruang, dicuci dengan dapar fosfat, dilakukan prainklusi
dengan menggunakan Bovin-albumin
dan glutaraldehida 25% v/v
secukupnya hingga sediaan mengalami pemadatan.
Selanjutnya sediaan didehidrasi menggunakan
alkohol dan diinklusi dalam L.R.White, yang diteruskan dengan penyiapan
sayatan ultrathin yang diletakkan pada permukaan grid tembaga dan
segera dilakukan pewarnaan menggunakan campuran uranil asetat-Pb sitrat. Bila
pewarnaan telah dilakukan, preparat siap diamati di bawah mikroskop elektron
transmisi pada tegangan 80 mEV.
4)
Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of
Anaerobic Bacteria
Dalam
jurnal berjudul” Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of
Anaerobic Bacteria” muncul sebuah penemuan
baru yaitu sebuah semi mikroteknik yang digunakan untuk menggambarkan
penggolongan bkteri anaerobic melalui pemanfaatan substrat. Volume kecil pada substrat sendiri
ditempatkan di dalam baki plastik mikrotiter. Ketika inocula padat dan
indikator kolorimeter digunakan, hasil yang kompleks tersedia setelah 30 jam
inkubasi. Metode ini akurat, bernilai ekonomi dan sesuai untuk digunakan di
sebuah laboratorium mikrobiologi rumah sakit.
5) Microwave Protocols For Plant and Animal Paraffin
Microtechnique
Dalam jurnal yang berjudul
“Microwave Protocols For Plant and Animal Paraffin Microtechnique” menjelaskan
cara pembuatan sediaan histology yang bias mempersingkat waktupembuatan
jaringan hewan dan tumbuhan. Alat ini adalah Oven Microwave. Alat ini
dibutuhkan untuk kegiatan infiltrasi dan embedding. Oven microwave ini
dilengkapi dengan pengaturan suhu sehingga temperature paraffin akan tetap
diatas titik didihnya. Untuk keperluan ini biasanya digunakan oven yang
temperaturnya dikontrol dengan thermostat. Tetapi tidak semua laboratorium
memiliki oven seperti ini.
Dengan menggunakan oven
seperti ini waktu dapat lebih hemat dari yang memakan waktu dua minggu bias
menjadi hanya beberapa hari saja, selain itu kualitas jaringan persiapan telah
meningkat secara drastis. Jaringan hewan merespon lebih baik terhadapa kerja
oven ini, otomatis dengan begitu jaringan persiapan meningkat kualitasnya. Beda
jaringan hewan, maka berbeda dengan jaringan tumbuhan. Hal ini dikarenakan
tumbuhan memiliki dinding sel yang berbeda dengan membrane sel yang ada pada
sel hewan. Namun pada intinya jaringan sediaan yang dihasilkan memiliki
kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
·Pada awalnya proses penyediaan
sayatan dengan menggunakan pisau cukur kemudian berkembang dengan ditemukannya
mikrotom dimana ketebalan sayatan dapat disesuaikan.
·Proses
fiksasi yang dilakukan dahulu juga sangat sederhana yaitu menggunakan garam.
Dengan adanya berbagai jenis fiksatif semua jaringan histologis dapat
difiksasi.
·Mikroteknik
dasar berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK dan bidang ilmu lainnya,
misalnya dalam dunia pendidikan, penelitian dan kedokteran.
·Mikroteknik
dasar merupakan pengetahuan yang mendasari pengetahuan dan keterampilan dasar
tentang pembuatan sediaan histologi.
·Metode
yang dikembangkan dalam mikroteknik pada saat ini, seperti metode paraffin,
celloidin, apusan, rentang, pencet, supravital, dan metode sayatan.
·Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan
sediaan histologi adalah metode paraffin dan celoidin, baik dilaboratorium biologi
maupun kesehatan.
·Dalam
bidang pendidikan, sediaan yang baik
harus dapat membantu mahasiswa memahami struktur histologi jaringan tubuh
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada waktu hidup.
·Dalam bidang
penelitian, sediaan yang baik juga akan memberikan hasil yang benar-benar
shahih (valid/akurat) yang sangat dibutuhkan oleh para peneliti untuk menjawab
permasalahan yang timbul.
·Dalam bidang
kesehatan,sediaan yang baik juga
diperlukan oleh klinikus untuk menunjang diagnosa penyakit yang diderita oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Morgan,J,P. Y. K. Liu, and J. A. SMITH. Semi-Microtechnique for the Biochemical Characterization of Anaerobic
Bacteria. University of Toronto,
Canada.
315-318
Nurdjaman. Kelenjar Timus Kelinci Menggunakan Zat Prostagladin. Universitas
Diponegoro di Semarang.
Schichnes, Denis, Nemson, Jeffrey A, and Ruzin, Teven
A. Microwave protocols for plant and
animal paraffin microteqnique. The University Of California at Barkeley, CNR Biologycal
Imaging Facility, 51-53
Sipahutar, H. 2009. Dasar-dasar teori mikroteknik teknik
pembuatan sediaan histology. Medan : FMIPA
UNIMED
Y, Chandra, Endang
K. Dan Marlia, S. W.Karakteristik Toxoplasma gondii Isolasi Indonesia. Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran dan Institut Teknolog Bandung,
Bandung. 1907-9850
Tidak ada komentar:
Posting Komentar